Selama ini perjalanan hidupku tak ubahnya seperti warna hitam dan putih. Santai bukan berarti tidak punya mimpi, tenang bukan berarti tak bisa mengubah dunia, diam bukan berarti tidak punya pendapat, datar bukan berarti terpaku dengan tradisi, netral bukan berarti tidak bisa bersikap, takut bukan berarti tidak berani mencoba sesuatu yang baru. Sejak saya mendapat kesempatan untuk terbang bersama Air Asia secara langsung di tanggal 7 Mei 2013, hidup saya lebih berwarna. Ada warna kuning yang mengartikan hidupku lebih ceria, ada warna merah yang mengartikan ada semangat yang bergelora, ada warna biru yang membuatku mempunyai misi dan visi kedepannya, ada warna ungu yang menandai banyak kejutan yang terjadi di dalam setiap detik nafasku, ada warna merah muda yang mengartikan ada cinta yang bisa ku bagi dengan orang – orang tercinta, ada warna hijau yang menandai aku semakin bijak dalam bersikap, ada warna orange yang selalu membuatku ingin mencoba sesuatu yang baru.
Jika
saya harus menguak rahasia di balik perkenalan awal dengan Air Asia, momentum
itu bagaikan goresan cinta di dalam hati saya. Untuk mendapatkan harga promo,
saya harus melakukan pembelian tiket di muka walaupun keberangkatannya masih 1
tahun lagi. Lucunya adalah saya ini keturunan cina tapi lahir di “new river” (
jangan diartikan itu adalah salah satu kota di negara Amerika atau Eropa )
melainkan sebuah desa bernama Kalibaru yang terletak di perbatasan antara Jember
- Banyuwangi, sementara bahasa cina sendiri belum sepenuhnya saya kuasai dengan
baik, justru bahasa madura saya lebih fasih. Menurutmu saya ini aneh, lucu,
mengesankan, atau justru saya tidak nyata. Orang keturunan cina hendak datang
ke Hongkong tapi bisanya bahasa madura. Puji Tuhan akhirnya tiba saatnya untuk
saya take off ke Hongkong bersama Air Asia sesaat setelah transit di kuala
kumpur.
Dengan modal nekat saya berangkat menuju kediaman
Jackie Chen di Hongkong. Karena saya memakai gaya backpacker alias gaya
penghematan, maka apapun keperluannya harus hemat. Saya ada motto : kalau ada
yang gratis buat apa harus bayar. Ada pengalaman lucu waktu saya tiba di
bandara kuala lumpur. Di saat saya haus saya langsung menuju ke ruangan khusus
ibu dan anak. Aku bukan lagi main petak umpet atau aku bawa anak. Di sana aku
bisa ambil minum sepuasnya dan gratis. Sayangnya, ini adalah air bukan BBM.
Kalau
di Indonesia ada paket nasi uduk spesial pakai ayam. Nah, sesampainya di Hongkong
saya langsung disambut dengan kado yang berisi segudang petualangan di Hongkong.
Karena ini pengalaman pertama naik bus tanpa kondektur jadi saya harus jalan
berputar arah alias mundur untuk menuju ke kowloon mansion. Karena habis jalan
jauh, kepanasan, kehausan, dan capek seharian di pesawat dan baru tiba di sana
tengah malam, langsung dihadapkan dengan pihak hotel yang menolak pemesanan
saya secara sepihak disebabkan harga yang saya dapat sangat murah dan mereka menganggap
ini kesalahan komputer. Saya baru tahu kalau komputer juga bisa melakukan
kesalahan. Di hari kedua saya bukan sibuk menuju tempat wisata melainkan sibuk
mencari penginapan yang murah meriah sebagai dampak dari pelajaran semalam.
Ketika harus mencari toilet sementara tulisan yang ada di sekeliling saya
semuanya menggunakan huruf cina. Saya berkata dalam hati, “ ini lebih
menakutkan dari pada pelajaran matematika.
Bermodalkan kertas dan bolpen, saya kembali ke jaman purbakala yang menggunakan bahasa gambar dan sandi. Waktu itu saya mendapat undangan
khusus dari Mr toilet, supaya mereka mengerti apa yang saya maksud saya
langsung menggambar toilet duduk dan toilet jongkok secara bersamaan dengan
menirukan ekspresi orang yang sedang BAK ( buang air kecil ). Dan, ternyata
metode baru ini berhasil. Ini juga tidak kalah seru saat saya harus pesan
makanan di salah satu kedai. Porsinya sangat besar, sampai – sampai saya lupa
makan karena heran melihat seorang nenek yang sedang duduk makan sendirian dengan
porsi yang sangat besar dan banyak. Ini seperti acara televisi percaya atau
tidak. Saya tidak tahu apakah karena alasan kesehatan, diet, hemat, atau ukuran
perutku yang mungil akhirnya saya memutuskan untuk membungkus sisa makanan
tersebut. Belum lagi saya yang ditolak waktu hendak mencicipi dimsum ala
vegetarian di salah satu kantin masjid di daerah Wancai. Karena saya datang
bertepatan hari jumat sehingga mereka hanya melayani warga muslim saja
sementara saya non muslim, namun setelah saya jelaskan bahwa saya untuk menuju
ke sini melalui jalan tikus alias perjalanan yang sangat jauh akhirnya mereka
mengijinkan saya membeli dimsum tersebut hanya 3 macam saja. Ini melelahkan
tapi melegakan. Sesaat sebelum saya meninggalkan hongkong, saya bertemu dengan
orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Hongkong. Awal mula saya berbicara
dengan bahasa inggris itulah sebabnya mereka pikir saya dari Filipina. Ternyata
oh ternyata mereka juga aslinya dari Bandung, Indonesia. Perjalananku di Hongkong
ditutup dengan senyuman manis dari teman baruku yang bernama Penny Wen.
Kalau di Macau saya seperti artis papan atas karena baru sampai dermaga
langsung ada bus yang menjemput dengan gratis kemanapun tujuannya. Busnya
sangat rupawan dengan interior yang sangat cantik dan elegan. Hari pertama, saya sengaja tidak pesan hotel. Saya tidak
tahu apakah ini penghematan atau trauma. Karena sudah berkeliling seharian saya
tidak mendapatkan hotel yang murah, sampai saya tersesat di salah satu agen property.
Saya sempat berkenelan dengan Vasco Tang yang bekerja di sana dan dia akhirnya
yang membantu saya mencarikan hotel. Tapi maaf, semua hotel penuh. Akhirnya dia
yang membawakan tas saya dan mengantar saya menuju kasino untuk menitipkan tas
dan layanan ini gratis. Lalu saya menghabiskan malam itu di Mcd 24 jam sambil
makan, ngobrol, dan pastinya tidur untuk bermimpi indah. Di sana saya juga
berkenalan dengan beberapa remaja perempuan dari Guangzhou yang ternyata mereka
juga bermalam di Mcd. Asyik aku tidak sendirian. Untuk urusan minum aku tinggal
masuk ke kasino dan ambil air kemasan. Untuk urusan perut aku tinggal
menelusuri deretan toko yang menawarkan makanan gratis. Untuk urusan
transportasi aku tinggal naik bus dari satu kasino menuju ke dermaga lalu dari
dermaga aku bisa naik bus kasino yang berbeda. Dan, akhirnya saya mendapatkan hotel
yang bagus tapi murah walaupun toilet ada di lantai bawah. Ini saya anggap
berkah di balik berkat yang tersembunyi.
Jika Tuhan menghendaki, selanjutnya saya akan napak tilas di pegunungan Alpen.